Selasa, 08 November 2011
Meneropong Desaku di Warung mang Ocon
oleh Ochad Za pada 15 Mei 2011 jam 6:38
Banyak berlaku di zaman ini
manusia jauh dari tuhannya
tiada terasa tiada dirasa
ujian terus melanda manusia
manusia menginginkan syurga
tapi ia menuju neraka
ia tahu syetan musuh nyata
tapi ia jadikan kawan hidup
Sebelum sinar mentari menjemputku untuk beranjak dari kamarku ini tuk meracik secangkir kopi, aku dengarkan lagunya Hawari-Akhir zaman. Lagu itu sesuai dengan sikon (situasi dan kondisi) saat ini di negara seribu pulau. Dan ujian juga akan melanda desaku nan asri. Awal bulan Juni, akan ada pilkades. Ini menjadi ujian warga desa apakah bisa membaca hati nurani untuk memilih yang terbaik untuk membangun syurga desa. Aku berdoa, mohon kepada Allah memberi yang terbaik untuk masa depan tanah kelahiranku.
“Chad, ini loh airnya sudah mendidih”, sahut ibu dari lorong dapur. Astaghfirullah iya, aku tinggalkan dapur tuk nonton lensor olahraga. Chelsea kalah lagi dari MU di liga champions, so tahun ini pupus lagi tuk meraih gelar liga tertinggi di Eropa itu. “iya bu,tolong matikan dulu aja apinya bu”, jawabku dari ruang tv.
Kopi sudah di tangan, segera aku mencari kunci pintu samping rumah dan aku buka pintu. Subhanallah saat aku buka pintu, sungguh luar biasa karunia Tuhan. Segar dan sejuk udara pagi ini dengan di balut kabut dan embut putih menusuk kulit hitam sawo bosok ku. Ku buka pintu, mataku menatap sumur di sudut selatan. Seketika aku berjalan di lorong waktu kembali ke masa kecilku. Sumur itu pernah menelanku karena kecerobohanku menimba air. Sumur itu juga telah menjadi pahlawanku. Sumur itu bisa membuat aku mau sekolah madrasah. Ibuku hampir saja membuang aku ke sumur berdiameter 1,5 meter itu. Tetapi alhamdullaih, atas karunia Tuhan yang membolak-balikkan hati setiap manusia, aku mau sekolah. Betapa bahagianya saat itu, aku gak jadi jatuh dalam lubang angker itu.
Bayangan masa lalu tentang sumur hilang, aku sudah berada di ranggon (kursi panjang tempat nongkrong) di warung mang Ocon. Sepi, tak ada suara, ada cahaya di dalam rumah, cahaya tv. Mang Ocon masih bermimpi, ditonton oleh tv Arab itu. “Ocon,,,,,bangunlah, ayo ngopi ne”, suara kerasku membangunkan mang Ocon. “apa chad? Yah,,,,lagi enak tidur gini,,,ngopi ma Gopes aja tuh...” sahutnya dari dalam.
“woi, ada apa ci...?pagi2 udah rame gini....mentang-mentang lagi banyak amplop”tiba-tiba terdengar suara Casmudi alias Gopes dari teras rumahnya yang biasa ngomong akas. “alhmdulillah, ada ente, man Casmudi, mari ngopi n ngobrol isu terkini di desa kita, hihi,,,,” sahutku sambil beranjak ke ranggon.
“man Casmudi, gimna ne desa kita mau punya hajatan besar, pilkades?” aku buka NGONGO (ngobrol ngopi) hari ini. “oalah,,,kita mah chad, dadai petani ya pengene sawah ana banyu, pupuk murah, lan ora ribet baka ngurus surat-surat (baca: saya mah sebagai petani Cuma pengen irigasi lancar, pupuk subsidi dan mudah megurus surat-surat)”, jawab Gopes sambil melihat jauh sawah sudah mulai dibajak.
“ehm....lagi ngobrol apa ne? Kayaknya serius banget...” dari wa Mukhtar, imam mushola Al Baqo, dengan sepeda yang setia menemani. “ini wa Muk, ochad lagi ngobrol gaya pejabat,,,hihii” celetuk Gopes yang membuat aku dan wa Muk ketawa. “oalah,,,gini, saat ini kita itu butuh orang yang saleh. Saleh adalah mereka yang menjalankan hak-hak Allah dan hak-hak makhluk Allah. Saleh terbagi dua, yakni saleh ibadah dan saleh sosial. Orang saleh, selalu berpikir dan berperilaku untuk kebaikan. Kebaikan yang tidak hanya untuk diri dan golongannya, tapi memberi manfaat kebaikan pada seluruh manusia” begitu kata kyai Said Aqil, ketua PBNU sekarang.
“Gitu yah wa Muk.....kita berdoa aja lah moga Allah ngasih yang terbaik buat desa ini”, tanggapku. “betul, betul, betul, Chad, lanjutkan!”. man Casmudi, bapa beranak 3 perempuan ini ikut menambahkan.
Yah, kita percaya bahwa Allah akan memberi apa yang dibutuhkan oleh kita, bukan apa yang kita inginkan. Begitu kata Ibnu Athaillah dalam Al Hikamnya. Jadikan desaku sejahter dan aman selalu dengan rahmatMu, ya Allah. Doa lirihku dalam hati melangkah membawa teropong masa depan desa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar